0

Samsudin, Pejuang Konservasi dari Indramayu

GAMBAR 1. Samsudin, Sang pendongeng keliling

Samsudin, Sang pendongeng keliling. Foto : Debby Kurniawan

Gigih dan berani. Itulah dua sikap yang begitu melekat pada sosok Samsudin, pejuang konservasi yang berasal dari Indramayu. Kegigihan pria kelahiran 8 September 1971 ini dalam memperjuangkan konservasi di Indonesia hanya didorong oleh keinginan sederhana, yakni agar lebih banyak orang yang peduli tentang arti penting konservasi. Bermodalkan sepeda tua miliknya, pria ini mendedikasikan hidupnya untuk menjadi penyambung lidah para peneliti serta conservationist dengan berkeliling untuk mendongeng dari satu daerah ke daerah lainnya.

Pria yang dulunya berprofesi sebagai guru honor di salah satu SD di Indramayu ini memiliki kegalauan terhadap kondisi satwa serta lingkungan yang semakin memprihatinkan. Bermula saat beliau berkunjung ke Taman Nasional Ujung Kulon. Saat itu, tengah terjadi konflik antara masyarakat dengan taman nasional dikarenakan sebagian masyarakat tidak setuju dengan program-program konservasi yang dilakukan oleh pihak taman nasional. Sejak itu, Samsudin menyadari bahwa masih banyak orang-orang yang tidak memahami arti penting konservasi. Ia pun akhirnya berencana untuk ikut ambil bagian dalam upaya konservasi dengan mengagas suatu gerakan kampanye yang dinamakan “pendongeng keliling”. Memiliki latar belakang seorang pendidik, beliau tidak hanya piawai dalam mendongeng, tetapi juga terampil dalam membuat lukisan, gambar, wayang serta  boneka dari kertas yang ia gunakan untuk mendongeng.

Untuk menjalankan misi yang berlandaskan kesukarelaaan ini , beliau mengandalkan uluran tangan dari berbagai pihak. “Bukan berarti pasrah, tapi prinsip saya,  jalan saja dulu.  Saya yakin nanti di jalan akan ada bantuan.” Ungkapnya. Awalnya, ia sempat meminta dukungan dari pihak yayasan serta donatur yayasan, namun tidak ada jawaban.  Alih-alih mengeluh, ia memilih bergerak secara swadaya. Meski begitu, beliau juga selektif dalam menerima bantuan. Seringkali terbentur dengan regulasi, membuatnya tidak ingin bersentuhan langsung dengan pihak-pihak yang melanggar nilai konservasi.

Setahun sudah ia menggeluti profesi yang sekilas terlihat biasa ini. Tentunya kegiatan ini bukan tanpa hambatan. Ketidakpedulian masyarakat dalam konservasi, termasuk sebagian mahasiswa serta civitas akademik menjadi tantangan tersendiri. Ditambah lagi, sebagian media juga tidak tertarik mengangkat isu yang ia bawa. Bahkan, tak sedikit penolakan yang ia terima saat hendak mendongeng di sekolah-sekolah. Untungnya, berkat bantuan serta dukungan berbagai pihak mulai dari NGO, pemerhati budaya, Ikatan Guru Indonesia, Komunitas Pemuda serta lembaga lainnya,  ia telah mengkampanyekan konservasi satwa ke beberapa daerah diantaranya DKI Jakarta, Banten, Lampung, Bengkulu, Aceh, Jambi, Riau, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Yogyakarta. Kemarin, giliran Jawa Timur yang sedang ia kunjungi.

GAMBAR 2. Saat mendongeng tentang Harimau Sumatera dalam acara Global Tiger Day bersama Tiger Heart Riau

Saat mendongeng tentang Harimau Sumatera dalam acara Global Tiger Day bersama Tiger Heart Riau. Foto : Fredy Handoko.

Selain Harimau Sumatera, ia juga mengkampanyekan satwa lainnya seperti Badak Sumatera dan Gajah Sumatera. Saat ini, Harimau Sumatera sudah berstatus critically endangered atau terancam punah. Menanggapi hal itu, Samsudin ikut prihatin. “Hingga saat ini Harimau Sumatera masih diburu. Fragmentasi hutan akibat terjadinya alih fungsi hutan juga menyebabkan pengurangan habitat harimau itu sendiri. Hal ini membuat saya terenyuh. Sudah sangat sepantasnya kita harus gencar berkampanye ke masyarakat banyak.  Kita harus bisa mendorong pemerintah untuk mengambil kebijakan yang serius agar nasib Harimau Sumatera tidak sama dengan Harimau Jawa.”

GAMBAR 3. Melukis Harimau Sumatera bersama anak-anak.

Saat mendongeng tentang Harimau Sumatera dalam acara Global Tiger Day bersama Tiger Heart Riau. Foto : Fredy Handoko.

Meskipun tantangan demi tantangan terus diterima, ia mengaku tidak gentar menghadapinya. Perjuangannya untuk menyebarkan semangat konservasi akan terus berlangsung. Di satu sisi, ia tak memungkiri bahwa terkadang ia merasa lelah saat harus mengayuh sepeda berpuluh-puluh kilo dari satu daerah ke daerah lainnya. Namun, rasa lelahnya itu segera terkalahkan dengan tekadnya yang tidak ingin membiarkan orang-orang jahat merusak alam dan isinya. “Saya akan terus berusaha hingga akhirnya banyak pihak yang peduli dengan nasib alam dan satwa. Ketika saya bisa menemukan tempat yang masih asri, hutan yang hijau, lautan yang bersih, arsitektur-arsitektur lamanya, serta keramahan penduduknya, menjadi kesan yang tidak akan pernah saya lupakan saat saya berkeliling.” Kenangnya.

Meski baginya musuh terbesar dalam mengkampanyekan konservasi adalah ketidakpedulian masyarakat, ia sangat berharap agar masyarakat juga ikut mengkampanyekan konservasi satwa serta lingkungan. “Banyak cara yang dapat kita lakukan, asalkan kita mau peduli dan ingin ikut ambil bagian dalam upaya konservasi.” tegasnya. Dibenaknya, Samsudin juga punya rencana besar. Kedepannya, ia akan terus melanjutkan perjuangan hingga ke seluruh provinsi di Indonesia.